Kisah anggota Kopassus tertembak gara-gara kain songket
Sumber :http://www.merdeka.com/
Wiranto - Kopassus |
Merdeka.com - Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD merayakan
hari jadi ke-62 tepat tanggal 16 April 2014. Banyak kisah menarik soal
pasukan elite ini.
Saat dibentuk tahun 1952, jumlah keseluruhan pasukan ini tak lebih dari 200 orang. Generasi awal dinamakan Kompi A. Dilatih langsung oleh Mohammad Idjon Djanbi, mantan anggota Korps Speciale Troepen yang membelot dan mendukung TNI.
Kesatuan awal ini punya jiwa korsa yang sangat tinggi. Mereka juga punya kepercayaan soal kejujuran. Jangan mengambil apa pun di medan pertempuran.
Prinsip ini dipegang teguh. Anggota pasukan Komando tak boleh mencuri atau menjarah dalam pertempuran.
"Walau hanya satu jarum pun, jangan kau ambil," demikian isi ucapan yang sangat dipercaya oleh pasukan Kopassus yang saat itu masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
M Sidi, salah seorang anggota Kompi A pernah berkisah soal kepercayaan ini. Saat itu sekitar tahun 1958, M Sidi dan RPKAD bertugas menumpas pemberontakan Permesta di Manado.
Di suatu kampung, salah satu rekan M Sidi tertarik dengan kain songket khas Sulawesi yang indah. Dia mengambil kain itu. Teman-teman satu tim berusaha melarangnya. Tapi prajurit itu tak mendengarkan.
"Beberapa hari kemudian prajurit yang mengambil kain itu meninggal karena tertembak dalam pertempuran. Mereka semua percaya musibah ini terjadi karena prajurit itu mengambil kain songket," tutur putra M Sidi, Tatang Sudrajat, mengisahkan kisah itu saat berbincang dengan merdeka.com di Sukabumi beberapa waktu lalu.
Kepercayaan tak mengambil barang rampasan perang ini juga dipegang teguh oleh Jenderal Benny Moerdani. Saat itu Benny baru berpangkat Letnan Satu.
Benny dan pasukannya diterjunkan merebut Lapangan Udara Simpang Tiga di Pekanbaru dari tangan PRRI. Saat mendarat, mereka menemukan banyak perbekalan dan senjata pemberontak ditinggalkan begitu saja.
Saat itulah Letnan II Dading Kalbuadi, rekan Benny, menendang sebuah peti kayu. Perwira muda RPKAD itu terkejut setengah mati melihat isinya.
"Wah duit, Ben! Uang, gimana ini?" kata Dading.
"Sudahlah jangan kau hiraukan. Tinggalkan saja, nanti kamu mati," kata Benny.
Peti penuh uang itu pun ditinggalkan begitu saja tanpa disentuh. Demikian seperti dikisahkan Julius Pour dalam Buku Benny Moerdani, tragedi seorang loyalis.
Pendiri Kopassus, Kolonel Kawilarang pun dikenal jujur saat perang kemerdekaan. Dia tak mau mengambil guci emas permata peninggalan Jepang. Padahal isinya bisa bikin kaya tujuh turunan.
Kawilarang memilih menyerahkan harta ini pada pemerintah.
Saat dibentuk tahun 1952, jumlah keseluruhan pasukan ini tak lebih dari 200 orang. Generasi awal dinamakan Kompi A. Dilatih langsung oleh Mohammad Idjon Djanbi, mantan anggota Korps Speciale Troepen yang membelot dan mendukung TNI.
Kesatuan awal ini punya jiwa korsa yang sangat tinggi. Mereka juga punya kepercayaan soal kejujuran. Jangan mengambil apa pun di medan pertempuran.
Prinsip ini dipegang teguh. Anggota pasukan Komando tak boleh mencuri atau menjarah dalam pertempuran.
"Walau hanya satu jarum pun, jangan kau ambil," demikian isi ucapan yang sangat dipercaya oleh pasukan Kopassus yang saat itu masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
M Sidi, salah seorang anggota Kompi A pernah berkisah soal kepercayaan ini. Saat itu sekitar tahun 1958, M Sidi dan RPKAD bertugas menumpas pemberontakan Permesta di Manado.
Di suatu kampung, salah satu rekan M Sidi tertarik dengan kain songket khas Sulawesi yang indah. Dia mengambil kain itu. Teman-teman satu tim berusaha melarangnya. Tapi prajurit itu tak mendengarkan.
"Beberapa hari kemudian prajurit yang mengambil kain itu meninggal karena tertembak dalam pertempuran. Mereka semua percaya musibah ini terjadi karena prajurit itu mengambil kain songket," tutur putra M Sidi, Tatang Sudrajat, mengisahkan kisah itu saat berbincang dengan merdeka.com di Sukabumi beberapa waktu lalu.
Kepercayaan tak mengambil barang rampasan perang ini juga dipegang teguh oleh Jenderal Benny Moerdani. Saat itu Benny baru berpangkat Letnan Satu.
Benny dan pasukannya diterjunkan merebut Lapangan Udara Simpang Tiga di Pekanbaru dari tangan PRRI. Saat mendarat, mereka menemukan banyak perbekalan dan senjata pemberontak ditinggalkan begitu saja.
Saat itulah Letnan II Dading Kalbuadi, rekan Benny, menendang sebuah peti kayu. Perwira muda RPKAD itu terkejut setengah mati melihat isinya.
"Wah duit, Ben! Uang, gimana ini?" kata Dading.
"Sudahlah jangan kau hiraukan. Tinggalkan saja, nanti kamu mati," kata Benny.
Peti penuh uang itu pun ditinggalkan begitu saja tanpa disentuh. Demikian seperti dikisahkan Julius Pour dalam Buku Benny Moerdani, tragedi seorang loyalis.
Pendiri Kopassus, Kolonel Kawilarang pun dikenal jujur saat perang kemerdekaan. Dia tak mau mengambil guci emas permata peninggalan Jepang. Padahal isinya bisa bikin kaya tujuh turunan.
Kawilarang memilih menyerahkan harta ini pada pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar