Kapal Induk Landing Platform Dock Indonesia
KRI Banda Aceh 593
Bukan pembelian 100 MBT Leopard 2A6 atau tambahan 6 Sukhoi yang menjadi pembicaraan hangat dari milier regional tentang Indonesia. Yang membuat mereka heboh dan terlambat sadar adalah, mengapa Indonesia memiliki 4 Multi-Role LPD berbobot 11,400-ton dan 19 Landing Ship.
Jumlah itu menghantarkan Indonesia memasuki papan atas “the most regional amphibious force” di Asia. Mereka mulai bertanya-tanya, mengapa Indonesia memiliki Heavy Landing Platform Dock /LPD dan Landing Ship sebanyak itu ?.
India hanya memiliki 18 landing ship. Sementara Korea Utara hanya 10 medium landing ship. Korea Selatan sedang membangun 4 LST untuk menggantikan kapal pengangkut sisa perang dunia kedua.
Malaysia kehilangan satu-satunya Landing Ship Tank LST Sri Inderapura karena terbakar pada tahun 2009. Filipina memiliki 7 namun 5 diantaranya peninggalan dari perang dunia kedua. Vietnam memiliki 6 kapal pendarat namun setengahnya peninggalan perang dunia kedua.
Negara-negara Asia umumnya masih melihat “amphibious forces”, secara tradisional, yakni jumlah kapal tempur dan kapal selam. Sementara bagaimana caranya agar pasukan bisa bergerak dengan cepat melalui laut, belum terlalu menjadi perhatian. Untuk itu, kemampuan tempur negara-negara Asia dianggap terbatas karena minimnya kapal angkut penggerak pasukan.
Situasi tersebut berhasil diatasi Indonesia dengan membangun LPD dan Landing Ship sejak tahun 2003 hingga 2011. Indonesia memiliki 4 LPD 125 M, dimana 2 kapal di bangun di Korea dan 2 kapal dibangun di PAL Surabaya. Kapal Landing Platform Dock 125 M dirancang untuk mampu dipasang senjata 100mm dan dilengkapi Fire Control System, untuk melakukan self defence untuk melindungi pendaratan pasukan, kendaraan tempur, serta pendaratan helikopter.
Kapal LPD 125 meter ini didesain untuk pendaratan: Landing Craft Unit 23 m, operasi ampibi, tank carrier, combat vehicle 22 unit, dan tactical vehicle 13 unit.
Dalam sekali bergerak LPD ini juga mengangkut 507 personil termasuk 354 tentara, crew dan officer. LPD ini juga mengangkut 5 unit helicopter jenis MI-2 atau BELL 412, serta mampu berlayar selama 30 hari secara terus menerus.
KRI Makassar 590
4 LPD Indonesia adalah: KRI Makassar-590 dan KRI Surabaya-591(dibangun di Korea), serta KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593 (dibangun di PT PAL, Surabaya). Indonesia masih punya satu lagi LPD yakni KRI Dr Soeharso yang dijadikan kapal bantu Rumah Sakit.
Adapun 19 LST Landing Ship lainnya adalah: 6 LSTH tipe Tacoma kelas KRI Teluk Semangka buatan Korea Selatan. Ada pula 12 LSM kelas Frosch I, buatan Jerman Timur, serta 2 AKL-ARL kelas Frosch II, yakni KRI Teluk Cirebon dan Teluk Sabang.
Untuk urusan pergerakan pasukan, Indonesia termasuk yang paling siap di Asia Tenggara. Hal ini wajar karena Indonesia negara yang berbentuk kepulauan (1300 pulau). Untuk masa damai LPD bisa digunakan untuk misi penanggulangan bencana karena Indonesia termasuk wilayah “Ring of Fire” akibat pertemuan lempeng bumi. Jkgr.
Sumber: JakartaGreater
Bukan pembelian 100 MBT Leopard 2A6 atau tambahan 6 Sukhoi yang menjadi pembicaraan hangat dari milier regional tentang Indonesia. Yang membuat mereka heboh dan terlambat sadar adalah, mengapa Indonesia memiliki 4 Multi-Role LPD berbobot 11,400-ton dan 19 Landing Ship.
Jumlah itu menghantarkan Indonesia memasuki papan atas “the most regional amphibious force” di Asia. Mereka mulai bertanya-tanya, mengapa Indonesia memiliki Heavy Landing Platform Dock /LPD dan Landing Ship sebanyak itu ?.
India hanya memiliki 18 landing ship. Sementara Korea Utara hanya 10 medium landing ship. Korea Selatan sedang membangun 4 LST untuk menggantikan kapal pengangkut sisa perang dunia kedua.
Malaysia kehilangan satu-satunya Landing Ship Tank LST Sri Inderapura karena terbakar pada tahun 2009. Filipina memiliki 7 namun 5 diantaranya peninggalan dari perang dunia kedua. Vietnam memiliki 6 kapal pendarat namun setengahnya peninggalan perang dunia kedua.
Negara-negara Asia umumnya masih melihat “amphibious forces”, secara tradisional, yakni jumlah kapal tempur dan kapal selam. Sementara bagaimana caranya agar pasukan bisa bergerak dengan cepat melalui laut, belum terlalu menjadi perhatian. Untuk itu, kemampuan tempur negara-negara Asia dianggap terbatas karena minimnya kapal angkut penggerak pasukan.
Situasi tersebut berhasil diatasi Indonesia dengan membangun LPD dan Landing Ship sejak tahun 2003 hingga 2011. Indonesia memiliki 4 LPD 125 M, dimana 2 kapal di bangun di Korea dan 2 kapal dibangun di PAL Surabaya. Kapal Landing Platform Dock 125 M dirancang untuk mampu dipasang senjata 100mm dan dilengkapi Fire Control System, untuk melakukan self defence untuk melindungi pendaratan pasukan, kendaraan tempur, serta pendaratan helikopter.
Kapal LPD 125 meter ini didesain untuk pendaratan: Landing Craft Unit 23 m, operasi ampibi, tank carrier, combat vehicle 22 unit, dan tactical vehicle 13 unit.
Dalam sekali bergerak LPD ini juga mengangkut 507 personil termasuk 354 tentara, crew dan officer. LPD ini juga mengangkut 5 unit helicopter jenis MI-2 atau BELL 412, serta mampu berlayar selama 30 hari secara terus menerus.
KRI Makassar 590
4 LPD Indonesia adalah: KRI Makassar-590 dan KRI Surabaya-591(dibangun di Korea), serta KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593 (dibangun di PT PAL, Surabaya). Indonesia masih punya satu lagi LPD yakni KRI Dr Soeharso yang dijadikan kapal bantu Rumah Sakit.
Adapun 19 LST Landing Ship lainnya adalah: 6 LSTH tipe Tacoma kelas KRI Teluk Semangka buatan Korea Selatan. Ada pula 12 LSM kelas Frosch I, buatan Jerman Timur, serta 2 AKL-ARL kelas Frosch II, yakni KRI Teluk Cirebon dan Teluk Sabang.
Untuk urusan pergerakan pasukan, Indonesia termasuk yang paling siap di Asia Tenggara. Hal ini wajar karena Indonesia negara yang berbentuk kepulauan (1300 pulau). Untuk masa damai LPD bisa digunakan untuk misi penanggulangan bencana karena Indonesia termasuk wilayah “Ring of Fire” akibat pertemuan lempeng bumi. Jkgr.
Sumber: JakartaGreater
0 komentar:
Posting Komentar